LBH PAPUA

Blog masih dalam pengembangan

Seperti Jhon Philip Saklil dan Neles Tebai

 


Mulanya saya tidak tahu soal Uskup Jhon Philip Saklil, Pr. Mumpung di kampung ada Ananias Hisage.

Ananias adalah mantan Wenewolok di kapel St. Yohanes Yogonima, paroki "Kristus Gembala Kita" Pugima, Dekenat Pegunungan Tengah [dulu Dekenat Jayawijaya), Keuskupan Jayapura, Papua.

Pada sebuah hari Minggu dia memimpin ibadat Sabda di kapel itu. Setelah selesai, ia membagikan foto Mgr. Jhon Philip Saklil, Pr. 

Setelah meneruskan warta paroki kepada umat, dia memperkenalkan uskup Saklil dan Keuskupan Timika. Yang saya tahu dan hafal mati itu nama Timika. Saya tidak bisa lupa itu karena ada Freeport McMoRan disana.

Katanya "ini Uskuo baru untuk keuskupan Timika yang baru terpilih dan diangkat oleh Yang Mulia, Sri Paus Yohanes Paulus II"–sebelum digantikan oleh Bapa Suci, Benediktus XVI pada 2005.

Di dalam fotonya terdapat lambang, visi misi dan arah pastoral Keuskupan Timika. Beberapa waktu berselang, kami lihat muka bapa uskup satu per satu, bahkan kecil besar ribut di dalam gereja untuk lihat bapa uskup punya muka.

Tahun 2003/2004 itu saya masih kecil. Saya juga belum paham baik alur pembicaraan dan foto bapa uskup pada waktu itu.

Yang saya pahami adalah tenaga katekis katolik itu bicara soal uskup. Bicara soal kami punya pimpinan gereja katolik di Keuskupan Jayapura. Ternyata salah. Itu bicara soal uskup Timika.

Saya juga tidak tahu kalau uskup Jhon sebelumnya menjabat Dekan Jayawijaya. Sudah memasuki 2012 atau sekarang barulah saya mulai tahu.

Bahwa ternyata bapa uskup itu pernah tinggal dan lama di Wamena. Di Paroki "Kristus Terang Dunia" Yiwika paling tahu bapa uskup ini.

Dia adalah sosok yang paling disukai, dikagumi dan dihormati oleh orang Papua dengan uskup Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM.

Umat senang karena uskup Jhon itu sangat dekat dengan umatnya. Selalu bicara soal hak-hak dasar hidup umat dan realitas hidup umat manusia.

Di Papua dikenal karena gereja "Tungku Api". Dalam gerakan ini, semasa hidupnya, dia aktif mengingatkan orang Papua agar tidak menjual tanah dan merawatnya dengan baik.

"Jangan jual tanah. Jual tanah sama saja dengan jual diri, nasib dan masa depan anak cucu. Orang Papua bisa hidup tanpa perusahaan, sawit dan seterusnya", kurang lebih demikian nasehat uskup Saklil.

Umat sangat segan karena keberanian Saklil membelah dan berpihak pada orang yang lemah, miskin, terpinggirkan, tersingkirkan, teraniaya dan tertindas. 

Seperti umat senang sama Murwito yang rendah hati, sederhana dan selalu responsif. Keduanya adalah sosok yang paling dikagumi umat di tanah Papua.

Setelah uskup agung Merauke dibebastugaskan [sebenarnya dipecat kalau mau dibilang dengan bahasa awam yang sederhana dan mudah dipahami dengan beberapa kasus yang "memalukan dan sulit diungkapkan disini"], Saklil mengisi kekosongan jabatan disana. 

Sembari tetap memegang kendali di keuskupan Timika, uskup berdarah Kei-Papua, kelahiran Kokonau–Timika, 20 Maret 1960 itu ditunjuk sebagai sede plena, administrator apostolik Keuskupan Agung Marauke pada 27 Juli 2019.

Tidak lama. Sekitar 8 hari kemudian, tepat 3 Agustus 2019, dikabarkan meninggal dunia secara misterius, dan tidak wajar–jatuh tiba-tiba, dan meninggal dunia.

Kepergiannya, membuat orang bertanya-tanya, setelah umat katolik pribumi Papua kehilangan sosok Neles Tebai, Pr, kandidat terkuat untuk Uskup Jayapura baru yang meninggal dunia pada 14 April 2019.



Tidak hanya Saklil dan Tebai. Kematian Jack Mote, Nato Gobay, Yualianus Mote, Isak Resubun, Andreas Trismadi, Willem Sinawil dan lainnya menyisihkan pertanyaan besar.

Beberapa pihak meminta Komisi Investasi dari Tahta Suci Vatikan turun melakukan investasi mendalam terkait rentetan kematian pastor senior di tanah Papua. Tetapi memang ini agak susah dan berat sekali untuk dilakukannya.

Orang Papua, khususnya umat katolik di tanah Papua merasa lebih kehilangan Saklil dan Tebai hingga hari ini. 

Sekarang kami tetap membutuhkan sosok gembala seperti mereka, meski mereka dua dan rekan-rekan lainnya telah pergi–meninggal dunia.

Bukan ambisi atau memaksakan diri. Tetapi untuk merendahkan keluh kesah umat, orang Papua, khususnya Keuskupan Jayapura dan Timika butuh sosok pemimpin gereja seperti Jhon Philip Saklil dan Neles Tebai.


Sumber: Soleman Itlay, Facebook

Posting Komentar

0 Komentar

Close Menu